Thursday 20 December 2012

Short Story: Vivi Ingin Jadi Chibi (Majalah Gaul Edisi 25, 25 Juni-02 Juli 2012)

Penampakan Gambar




Oleh Kamal Agusta


You’re Beautiful … beautiful … beautiful …
Kamu cantik … cantik … dari hatimu …

Vivi; gadis berambut keriting sebahu itu bernyanyi mengikuti lirik Cherrybelle yang ia putar di MP3 player-nya. Ia juga ikut nge-dance layaknya idolanya itu ketika manggung di stasiun TV yang sering ditontonnya. Gaya Vivi sudah seperti Chibi, sebutan bagi anggota Cherrybelle.

Pintu diketuk dari luar. Vivi yang menyetel lagu dengan volume yang lumayan keras tak mendengar suara ketukan pintu kamarnya. Ia masih saja berlenggak-lengok, goyang sana goyang sini, mengikuti irama musik. Kalau sudah begini, Vivi pasti lupa dengan keadaan sekitanya. Masa bodo teuing!

Pintu terbuka, kepala Mama menyembul di celah pintu. Mama menggeleng-geleng melihat tingkah putri bungsunya.

“Vivi ….” Suara Mama yang lembut kalah saing dengan suara Cherrybelle dari MP3 player.

Menyadari suaranya kalah telak dengan lagu yang diputar putrinya, Mama berjalan masuk ke dalam kamar. Setiba di depan MP3 player, Mama menekan tombol off. Mendadak suasana kamar menjadi hening. Vivi yang membelakangi Mama juga ikut berhenti lenggak-lenggoknya. Ketika menoleh, ia sudah mendapati Mama berdiri berkacak pinggang.

“Sudah jam berapa ini?” tanya Mama dengan muka juteknya.

Aduh! Karena keasyikan gue lupa jam berapa. Mampus dah! rutuk Vivi memaki dirinya sendiri.

Vivi segera memusatkan pandangannya pada jam kukuk di atas meja belajar. 22.54 WIB.

“Hampir jam sebelas, Ma,” jawab Vivi takut-takut.

“Besok kamu sekolah kan?”

Vivi Cuma mengangguk. Kalau sudah begini dia nggak berani menjawab.

“Sekarang tidur sana. Udah malam masih aja nyetel musik keras-keras. Untung tetangga sebelah lagi keluar kota. Kalo ada, pasti dari tadi udah ngamuk-ngamuk di depan rumah kita.”

Sehabis menceramahi Vivi sebentar, Mama keluar dari kamar. Vivi juga segera naik ke ranjangnya. Sebelum memejamkan mata, Vivi sempat memandang poster jumbo Cherrybelle yang dipasang di dinding kamarnya. Bibir kanannya melekuk ke atas.

Gue pasti bisa jadi Chibi!

***
“Kamu benaran mau ikut audisi Cherrybelle mencari Chibi?” tanya Dion, cowok berdarah sunda dan berwajah cute tersebut.

Vivi yang baru saja sampai dan duduk di bangkunya, menoleh kepada cowok yang setahun ini menjadi boyfriend-nya. Perang lagi deh! umpat Vivi dalam hati. Ia sudah tahu tabiat cowok itu. Kalau pagi-pagi udah datang ke kelasnya seperti ini, pasti mau ajak ribut.

“Jadi pagi-pagi kemari cuma mau nanya itu?”

“Kamu benaran mau ikut audisi Chibi itu?” ulang Dion sekali lagi. Kali ini suaranya naik satu oktaf.

“Kalo iya emang kenapa? Kalo nggak juga kenapa?”

“Kamu kan tahu aku anti Cherrybelle. Aku nggak mau pacarku ikutan audisi nggak jelas.”

“Itu kan kamu. Sementara aku, kamu tahu sendiri, sangat mengidolakan Cherrybelle. Ini kesempatan emas bagiku untuk bergabung jadi Chibi.”

“Jadi kamu tetap akan ikut meski aku larang?!”

“Iya!” jawab Vivi setengah berteriak. Ia nggak peduli dengan keadaan sekitar yang mulai menjadikan mereka tontonan.

“Oh jadi kamu berusaha menentang aku? Oke. Sekarang kita putus.”

Vivi terhenyak mendengar ucapan Dion. Namun demi ego dan harga dirinya, Vivi berusaha setenang mungkin. Meski saat ini hatinya  menangis.

“Oke. Sekarang kita putus!” lanjut Vivi tegas.

“Sekarang terserah kamu. Silahkan ikut audisi bodoh itu. Aku nggak akan ikut campur lagi!”

Setelah mengucapkan itu Dion kembali ke kelasnya. Air mata Vivi jatuh melihat punggung Dion yang makin menjauh dan hilang di balik pintu. Hatinya terasa pecah berkeping-keping.
Dasar cowok egois!

***

Sore itu Vivi itu memutuskan untuk refreshing. Selain untuk menghibur dirinya yang baru saja patah hati, juga untuk mencari keperluannya menghadapi audisi Chibi yang dilaksanakan lusa. Ditemani Hadi; sahabatnya, jadilah sore itu Vvi mengelilingi Senayan.

Setelah berkeliling selama tiga jam, semua keperluan untuk audisi sudah hampir didapatkan Vivi. Hanya kostum saja yang agak sulit. Beberapa baju yang dicoba Vivi, ada saja kurangnya. Kurang cerialah, kurang cantiklah, kurang imutlah, inilah, itulah, membuat Hadi geleng-geleng kepala.

“Itu cantik, Vi. Cocok banget sama karakter kamu,” saran Hadi entah untuk keberapa kalinya.

“Dari tadi kamu jawabnya itu mulu deh.” Vivi mengamati penampilannya di depan cermin besar yang disiapkan pihak toko.

“Kenyataannya emang begitu, Vi. Pakai apa aja kamu itu tetap cantik.”

I see. Tapi tetap aja aku ingin tampil fantastic. Aku mau Cherrybelle nggak ragu untuk memilih aku jadi salah satu Chibi.”

Hadi tak lagi menanggapi ucapan Vivi. Ia tahu Vivi ingin tampil se-perfect mungkin. Apalagi audisi ini sudah ditunggunya sebulan lalu.

Setelah hampir semua toko dimasukinya, Akhirnya Vivi menemukan juga kostum yang sesuai dengan harapannya. Sebuah dress berwarna merah muda dengan sebuah pita di punggungnya. Gaun yang cantik serta imut jika dikenakan. Vivi tersenyum puas.

Namun senyum itu tak bertahan lama. Ketika ia mau makan di food court, ia melihat Dion. Dion tidak sendirian. Ia berduaan dengan Ayu; ketua sskul paduan suara di sekolahnya. Mereka tertawa sambil berpegangan tangan. Mesra sekali.

Perutnya yang tadi terasa lapar mendadak kenyang. Airmata mulai jatuh dari sudut matanya. Bergulir membasahi pipi. Secepat mungkin Vivi berbalik dan meninggalkan food court.

Dasar cowok sok kecakepan! Baru aja putus udah kencan dengan gebetan baru!

Hadi yang juga melihat Dion bermesraan dengan Ayu, terpaksa berlari mengejar Vivi yang entah pergi kemana.

***

Kesibukan Vivi untuk latihan menghadapi audisi Chibi membuatnya bisa melupakan Dion dan patah hatinya. Ia tak lagi menangiskan cowok tersebut. Baginya percuma bersedih karena cowok model Dion. Emang dia sapa? Artis?

Hari yang dinantikan itu tiba juga. Pagi-pagi Vivi sudah antre di ruang audisi Chibi. Segalanya telah ia siapkan sebaik mungkin. Hanya tinggal menunjukan kemampuannya dan berdoa.

Good luck, Vi,” ucap Hadi yang pagi itu mengantarkan Vivi ke tempat audisi.

“Thanks, Di. Kamu emang sahabat terbaikku.”

Ternyata hari ini dewi fortuna tengah berpihak pada Vivi. Ia dinyatakan lolos audisi dan masuk pada tahap eliminasi. Vivi bersorak kegirangan ketika mendengar pujian dewan juri atas penampilannya.

Vivi semakin rajin berlatih. Ia nggak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia akan berusaha menunjukan kemampuannya. Vivi tambah semangat latihan karena Orangtuanya dan Hadi selalu mendukung.

Di tahap eliminasi pun, Vivi berhasil melewati dengan mudah. Sepertinya dewi fortuna benar-benar tengah berpihak padanya. Saat MC menyebutkan namanya masuk grandfinal. Vivi berujud syukur. Di bangku penonton, Keluarganya, Hadi, dan teman-teman sekolahnya bersorak mengelukan namanya. Vivi tak dapat lagi menahan airmata haru.

Pada babak grandfinal, Vivi semakin menunjukan seluruh kemampuannya. Ini adalah tahap akhir, ia tak boleh lengah sedikitpun. Apalagi ketiga rivalnya yang masuk grandfinal hebat semua.

Pengumuman yang dinanti itu tiba juga. Vivi beserta tiga peserta lainnya berdiri di atas panggung sambil berpegangan tangan. Memberi semangat. MC memanggil nama Vivi dan memintanya maju dua langkah. Hati Vivi berdebar tak karuan.

“Vivi, menurut Anisa Cherrybelle penampilan kamu sangat bagus sekali. Wajah kamu juga cantik.”

Vivi tersenyum mendengar MC me-review kembali komentar dewan juri yang tak lain anggota Cherrybelle.

“Tapi …” MC menggantung bicaranya. “Cherrybelle sepakat belum bisa memilih kamu. Kamu harus mengubur mimpi untuk menjadi Chibi.”

Mendadak suasana terdengar begitu hening di telinga Vivi. Kepalanya terasa dijatuhi palu besar. Ia gagal.

***

“Mungkin belum rezeki kamu, Vi. Jangan sedih terus.” Hadi berusaha menyemangati Vivi.

 “Aku nggak sedih gagal kok, Hadi.”

“Terus? Apa kamu menyesal putus sama Dion?” Kembali Hadi teringat kejadian sore di senayan itu. Wajah Vivi sama murungnya seperti ini.

Sekali lagi Vivi menggeleng. “Nggak, kok. Jujur aku emang dulu cinta banget sama Dion. Tapi, sejak tahu cowok model apa dia, aku udah nggak peduli lagi. Setidaknya aku bisa merasa bebas memutar lagu-lagu Cherrybelle tanpa diomeli makhluk satu itu. Lagipula aku udah menemukan sesorang yang cocok sama aku.”

“Siapa?” Kening Hadi berkerut.

Vivi tersenyum. Membuatnya kelihatan cantik. Dada Hadi jadi dag-dig-dug dibuatnya.

“Kamu. Aku suka kamu. Ternyata cowok yang pengertian sama aku itu sahabatku sendiri.” Vivi menjawab malu-malu.
Hadi terdiam. Tak menyangka. Tubunya terasa ringan. Bebas. Riang. Lepas.

“Sebenarnya aku juga menyukai kamu sejak awal, Vi. Tapi aku takut mengutarakannya. Takut merusak persahabatan kita. Sekarang, maukah kamu jadi pacarku, Sayang?” tembak Hadi mesra.

Malu-malu Vivi mengangguk. Wajahnya bersemu merah.

Yes!” Pekik Hadi. “Kebetulan aku ada dua tiket konser Cherrybelle. Kamu mau nonton bareng aku? Nge-date?”

Kali ini Vivi tak menjawab. Tanganya memeluk lengan Hadi sebagai persetujuan.

Sekarang Vivi percaya, dibalik kabar buruk pasti ada sesuatu yang indah. Meski ia gagal menjadi Chibi, tapi Vivi mendapatkan sesuatu yang lebih indah. Pacar baru.[]

No comments:

Post a Comment