Sunday 23 December 2012

My Book: Long Distance Hearts: Kisah Cinta yang Terpisahkan Jarak

ISBN:9786022200352
Pengarang:@LongDistance_R
Penerbit:Bukune
Rencana Terbit:April 2012
Halaman:220
Ukuran:190x130 mm
Berat:200 gram




Sore Valentine di Waroeng Coffe
Oleh Kamal Agusta 



14 Februari 2011

Aku duduk sendiri di  Waroeng Coffe, menikmati sore valentine. Jemariku mengetuk-ngetuk meja, menunggu kedatangan pramusaji. Sesekali mataku melirik beberapa pasangan kekasih yang juga menikmati sore valentine
"Mau pesan apa, Mas?" tanya Pramusaji ramah seraya tersenyum hangat.
"Hot chocolate dan French fries. Masing-masing dua, Mbak," ucapku menyebutkan pesanan. Pramusaji yang kutaksir umurnya seusia denganku itu mencatat pesananku di note yang dia bawa.
"Ada lagi, Mas?"
"Itu dulu, Mbak. Nanti kalau ada perlu akan aku panggil lagi."
Pramusaji mengangguk, lalu memintaku untuk sabar menunggu datangnya pesanan. Aku tersenyum.
Aku memalingkan pandangan ke arah jendela kaca besar yang menjadi dinding caffe ini. Di dinding tembus pandang itu terdapat gelur-gelur bening hasil percikan hujan. Gelur-gelur tersebut seperti butiran-butiran kristal.
Dari balik jendela, kulihat awan kelabu bergalantungan di kaki langit. Angin bertiup, menggoyangkan ranting-ranting peneduh rimbun. Beberapa daun terlepas, terbang dibawa angin sekejap sebelum akhirnya jatuh mengecap tanah  yang basah. Membiarkan hujan menghujamnya dengan ribuan jarum cairnya.
Pandanganku kembali beralih ke meja ketika pramusaji itu telah datang membawakan pesananku. Dengan cekatan, pesananku telah berpindah dari nampan ke atas meja. Kepulan uap hangat menyembul dari dua cangkir hot Chocolate.
"Selamat menikmati," ucap Pramusaji tak lupa dengan senyuman ramah. Aku mengangguk, membalas senyumannya. Pramusaji itu beranjak untuk kembali melayani pengunjung yang lain.
Aku meraih cangkir hot chocolate, mengembus pelan lalu menyeruputnya. Rasa hangat mengalir bersama rasa manis chocolate di kerongkonganku.
Mataku kembali melirik pasangan di sebelahku. Otakku tiba-tiba melayang kepada seseorang. Seseorang yang biasanya menemaniku di sini. Sedang apakah dia sekarang? bisikku dalam hati. Tanpa dapat dicegah, bayang-bayang masa lalu menyergap dan membawaku ke masanya.

***

14 Februari 2010

Aku duduk sendiri di kursi dekat jendela besar Waroeng Coffe, menunggu kedatangan seseorang. Jemariku mengetuk-ngetuk meja, sementara ekor mataku sesekali melirik pintu masuk.
Dari balik jendela, kulihat rona kelam membungkus langit. Ribuan jarum-jarum cair jatuh menusuk bumi. Bunyi rintikannya berkecipak menjamah dedaunan di ranting peneduh. Jendela besar itu kabur, bergelur-gelur terkena percikan hujan.
Pintu masuk terkuak, aku mengalihkan pandangan dari jendela ke pintu masuk. Seorang gadis cantik menyembul dari balik pintu. Tubuh rampingnya dibalut cardigan biru langit, rambutnya tergerai terlihat sedikit basah. Gadis itu Chika, Kekasih yang  kutunggu.
Chika melangkah anggun menujuku. Bibir penuhnya menyunggingkan seulas senyuman, memberi rona merah di pipinya yang putih.
"Sorry, Beb, aku telat," ucap Chika sembari duduk di hadapanku. Aku  mengangguk sambil menyodorkan hot chocolate, kesukaannya, yang tadi terlebih dahulu kupesan. Dia tersenyum menerima hot chocolate yang masih mengepulkan uap. Chika meniupnya sekejap sebelum menyeruput hot chocholate.
"Happy Valentine," seru Chika ceria seperti biasanya. Aku menyukai keceriaan itu.
"Happy valentine too, Beb," jawabku ikut tertawa.
Selanjutnya kami larut dalam pusaran gelombang  cinta. Tersenyum, sesekali tertawa, dan saling menggenggam tangan. Membiarkan perasaan kami berbicara apa adanya. Semua terasa begitu indah. Berharap waktu berhenti merangkak maju dan membirkan keadaan begini selamanya.
"Beb, aku mau ngomong sesuatu yang penting," raut wajah Chika tiba-tiba berubah serius. Aku mengeryit melihat perubahan itu.
"Ngomong apa?" tanyaku panik.
"Bulan depan Papa akan pindah tugas ke Kuala lumpur."
"Kuala lumpur? Lalu?"
"Papa mengatakan kalau kami sekeluarga akan pindah ke sana. Sekolahku juga akan ikut pindah," kristal bening mulai menganak di pelupuk mata bulatnya. Aku tertegun mendengarnya.
"Lalu bagaimana dengan kita? Hubungan cinta kita?" tanyaku pilu menatap wajahnya.
Chika bangkit dari tempat duduknya, lalu berdiri di jendela besar. Menatap keadaan luar dari kaca yang kabur.
"Aku sudah berusaha meminta sama Papa untuk tetap tinggal. Tapi Papa menolaknya. Aku bingung harus  bagaimana lagi," ucap Chika terisak.  Bahunya bergetar.
Aku turut bangkit dari dudukku, lalu berdiri di samping Chika. Jemariku meraih jemarinya. Menggenggam tangan itu dengan erat.
"Aku akan tetap mencintaimu di sini," kataku berusaha menenangkannya. Chika menoleh ke arahku. Menatap ke dalam mataku dengan raut tidak mengerti.     
"Maksud kamu, Beb?"
"Jarak tak akan membunuh cinta kita. Selama kita saling percaya dan menjaga cinta ini, cinta di antara kita akan tetap utuh. Aku akan menunggumu di sini, selalu. jika ada waktu aku yang mengunjungimu di sana," jawabku mantap.
"Jadi kita LDR?" Chika mencari kepastiaan. Ada rasa haru terdengar dari suaranya.
"Yah, tidak ada jalan lain. Aku percaya kamu akan selalu menjaga hati dan cintaku."
"Aku pasti menjaganya, Karena aku mencintaimu," ucap Chika tersenyum.
Aku membalas senyumnya. Kurasakan genggaman Chika mengerat. Genggaman itu hangat. Kami kembali menatap hujan yang masih turun dari balik jendela besar.
Sebuah keputusan hubangan cinta ini telah kami ambil.

***

14 Februari 2011

Aku tersentak ketika mendengar suara bising. Kepalaku melongok ke belakang, sepasang kekasih terdengar sedang berdebat hebat. Entah apa yang mereka debatkan aku tidak tahu. Sudahlah, itu masalah mereka.
Kembali ku raih cangkir hot chocolate, menyeduhnya. Aroma  hot chocolate membuatku terasa dekat dengan Chika. Sangat dekat sekali.
Lantunan lagu I Will Love You yang dinyanyikan Whitney Houston mengalun lembut berpadu dengan gemericik air hujan yang terdengar dari luar. Perpaduan itu memberikan kesan tenang, damai, dan romantis. Nuansa yang cocok pada sore valentine. Ah... aku merasa sepi tanpa Chika.
Chika, kamu sedang apa di sana? Aku merindukanmu bisikku dalam hati.
Ponselku berdering. Kulihat, ada sebuah pesan yang masuk. Apa mungkin ini pesan dari Chika?

Happy Valentine, Beb. Aku kangen kamu.
I Will Love you forever. J

Aku tersenyum membaca pesan dari Chika. Baru saja aku memikirkannya, dia telah hadir lewat pesannya.
Ternyata ikatan cinta sejati antara dua kekasih itu begitu kuat. Jarak pun tak akan bisa menjadi penghalang untuk memisahkannya. Sekarang aku yakin, cinta itu tidak harus selalu berdekatan, cinta itu tidak harus selalu bersama, cinta itu tidak selalu harus bertemu. Cinta pun bisa terjalin, meski terpisah jarak. Selama cinta itu didasari kepercayaan.  Percaya untuk saling menjaga perasaan satu sama lainnya. Cinta itu pasti akan selalu terjaga. LDR ternyata indah karena hati selalu saling merindukan.
Aku segera membalas pesan Chika, tetapi sebelum sempat terkirim, ponselku kembali berdering. Layar ponselku berkedip menampilkan nama ‘My Lovely’. Senyumku semakin mengembang. Perasaanku menghangat membaca nama itu. Perasaan rindu itu mulai memainkan fungsinya.
Klik, telepon ku angkat.
“Halo, Beb. Baru aja memikirkanmu. Aku kangen kamu juga.” [] 


Pekanbaru, 15 Januari 2012


NB: Ini adalah kisah yang kutulis di dalam buku Long Distance Hearts

No comments:

Post a Comment