Wednesday 2 April 2014

Review Novel: Mencari Pemilik Simfoni Kenangan




Judul               : Simfoni Cinta
Penulis             : Khairani
Penerbit           : Rumah Oranye         
Tahun Terbit    : Cetakan pertama 2013
ISBN               : 978-602-1588-36-9
Tebal               : 296 halaman
Harga              : Rp 45.000,-

Cuplikan cerita:
            Aluna Qhayra Alyandra—atau sering dipanggil Qayra—pernah mengalami kecelakaan. Kecelakaan itu membuatnya kehilangan beberapa memori kenangannya. Sejak itu, Qayra sering mendengarkan suara nyanyian seseorang dan memimpikan seorang anak laki-laki yang tidak dikenalnya. Tapi, ia tahu bahwa anak laki-laki itu penting baginya. Jadi, Qayra terus mencoba mencari dan mengingat siapa anak laki-laki yang menyanyikan simfoni itu.
            Sekarang Qayra sudah remaja. Ia mempunyai dua sahabat yang unik. Eltisha dan Zhievana. Kedua sahabatnya itu pengagum cowok-cowok keren dan tampan. Semua cowok keren yang mereka temui akan mereka sebut sebagai tipe cowok idaman yang mereka inginkan. Meskipun aneh, Qayra sangat senang mempunyai dua sahabat seperti Eltisha dan Zhievana. Dan, kali ini cowok yang jadi inceran Elt adalah Erick, sementara Zhie mengincer Dylan, seniornya yang kapten tim basket.
            Ada Fremely Permana. Siswa baru di kelas Qayra yang ternyata adalah teman Qayra sejak TK, SD, sampai SMP. Qayra tidak suka dengan Frem karena dulu cowok tersebut suka usil dan menjailinya. Namun, Qayra tidak tahu bahwa sebenarnya apa yang dilakukan Frem adalah upaya untuk selalu dekat dengan Qayra. Ya, Frem menyukai Qayra.
            Frem menyadari ada yang berubah terhadap Qayra. Ia merasa Qayra sekarang lebih pendiam dan tidak pernah merespon kejailannya. Hal itu membuat Frem ingin mencari tahu penyebab Qayra berubah. Ternyata Qayra berubah karena Denish, pacarnya yang pergi meninggalkannya. Sejak kepergian Denish Qayra selalu menutup hatinya. Ia tidak ingin jatuh cinta lagi. Qayra tidak ingin disakiti lagi.
              Namun, Frem akhirnya berhasil membuat Qayra meresponnya lagi. Apalagi saat mereka tergabung dalam satu kelompok tugas Biologi. Mereka mulai semakin dekat, meski kadang Qayra jutek saat Frem menjailinya.
            Denish kembali. Qayra ternyata tidak bisa menolak kehadiran Denish. Ternyata sekuat apapun ia melupakan, ia tetap saja memikirkan Denish. Qayra melupakan janjinya. Dan, kembali membuka hati.
            Kehidupan Qayra pun berlanjut layaknya kisah remaja lainnya. Keisengan Frem, perhatian Denish, dan kebersamaan bersama Elt dan Zhie membuat hidupnya lebih baik. Pertemuan lewat tatapan mata dengan Dylan—Ya, mereka hanya saling menatap—juga mewarnai hari Qayra. Namun, kehidupan normal itu hanya bertahan sesaat. Semua kembali memburuk saat Qayra mengetahui rahasia yang selama ini ditutupi darinya: Frem dan Denish bersaudara, Frem mencintainya, Denish mengidap penyakit mematikan, dan Arca—kakak Qayra—ternyata mengetahui siapa anak laki-laki yang selama ini hadir di mimpi Qayra, tapi membiarkannya terus mencari.




Review:
            Sebelum masuk ke-review saya terhadap novel ini, saya mau mengucapkan terima kasih dulu kepada penulis yang menghadiahkan novelnya ini pada saya. Jujur, ini adalah koleksi pertama saya untuk novel terbitan Rumah Oranye. Dan, saya makin senang saat menemukan sepucuk surat cinta yang diselipkan penulis di lembar pertama. Aih … membacanya membuat saya melayang *sedikit lebay*
            Baiklah mungkin kalian tidak ingin mendengar banyak ocehan dari saya. Dan ini review dari saya.

1.      Dari segi cover, saya suka. Warna kuning yang jadi background-nya terlihat sangat manis dan eye catching. Belum lagi tagline-nya “Jika orang-orang menginginkan akhir yang bahagia, kami justru berharap bahwa kisah kami ini adalah awal dari kebahagian-kebahagian selanjutnya.” membuat saya tidak sabar ingin menikmati kisah di dalamnya. Namun, keberadaan gambar piano itu rasanya tidak pas. Karena di dalam cerita tidak ada satu kata ‘piano’ pun. Seandainya diganti dengan gitar, kurasa lebih nyambung.

2.      Prolog yang bagi saya keren! Namun, memasuki cerita saya jadi agak tercengang. Kenapa POV-nya jadi berubah ke orang ketiga? Padahal POV orang pertama pada prolog itu bagus. Aih, seandainya penulis tetap mempertahankan POV orang pertama, pasti saya akan lebih menjiwai saat membacanya.

3.      Nama-nama tokohnya unik, tapi tidak Indonesia. Kadang belibet nyebutnya. Seperti, Elthisa yang dipanggil Elt. J

4.      Gaya ceritanya sangat meremaja. Terkadang terselip diksi dan beberapa analogi yang menjadi pemanis. Pas, enggak kebanyakan hingga buat saya mual. Dan, itu saya suka. Namun, saya sempat berhenti saat menemukan beberapa kalimat yang menurut saya rancu. *maafkan saya, karena saya lupa kalimatnya dimana* *belum sempat baca ulang*

5.      Typo masih ada. Tidak banyak. Namun, bagi saya yang berzodiak Virgo *apa hubungannya coba?* selalu menginginkan sesuatu yang perfect. Sempurna! *padahal saya kalau nulis juga kebanyakan typo-nya, hehehe*

6.      Dan, ini yang bikin saya pengin menggigit *maaf, jangan diartikan secara harfiah*. Endingnya sedikit membuat saya kecewa, meski sangat nge-twist. Saya masih tidak terima kalau ternyata anak laki-laki yang selama ini Qayra cari adalah Si Patung Yunani bermata elang itu. Saya tidak terima karena porsi dia dalam cerita ini sedikit sekali. Saya lebih berharap anak laki-laki itu si vokalis band atau cowok dari sekolah lain yang menjadi inspirasi si vokalis band terjun ke musik. Dan, yang bikin saya makin gemas *saking gemasnya sampai pengin jitak penulisnya* mengapa Qayra begitu mudahnya memaafkan si anak laki-laki (seharusnya dia marah dong sebab si anak laki-laki selama ini berada di dekat Qayra diam saja padahal Qayra terus mencarinya) dan menerima cinta si anak laki-laki, padahal dia baru saja …. ah mending baca sendiri deh novelnya. Saya benar-benar gemas dengan ending-nya sampai ingin gigit penulisnya *bercanda, ding!*
  
Oke, cukup sekian review saya. Meski saya gemas sama eksekusi akhirnya, namun secara keseluruhan saya cukup menikmati novel ini (apalagi ini novel debut penulisnya, lho!). Terbukti, saya bisa melahap novel setebal 296 halaman ini hanya dalam waktu lebih kurang 4 jam.  Memang tak pernah ada karya yang terlahir sempurna, jadi saya memaafkan akhir cerita dalam kisah ini *lihat, saya baik hati kan?*. Dan, saya akan menunggu novel terbaru dari si penulis *dapat gratis lagi, ya! (langsung ditimpuk penulis pake tabung gas)* dan berharap endingnya memuaskan saya, tidak bikin gemas seperti ini. Hehehe …. ^_^

  

3 comments:

  1. ciyeeee kamal pengin gigit penulisnya pasti gigit makai cinta. eh? wkwkwkwk #ngikik.

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. Emang coklat pake digigit? hhhha

    ReplyDelete