Wednesday, 31 December 2014

Resensi Novel: Ketika Cinta Terbentur Restu Ibu dan Suku

Judul              :Kania
Penulis            :Hapsari Hanggarini
Penerbit          :Moka Media
Tebal              :297 halaman
Tahun Terbit :Cetakan pertama, 2014
ISBN               :978-979-959-210


Sinopsis:
            Ditugaskan ke Yogyakarta untuk urusan pekerjaan bukanlah hal yang menyenangkan bagi Kania. Karena dia harus bertemu dan berurusan dengan klien—yang menurutnya jutek dan sok cool—bernama Danang Prasetyo. Tapi sebenarnya—tanpa Kania duga—penugasan Kania menangani urusan pekerjaan dengan Danang adalah cara Agus, sahabat Kania sekaligus bosnya, untuk menjodohkan Kania dengan Danang. Dan, sikap Danang jutek karena dia selalu grogi berhadapan dengan Kania. Danang menyukai Kania.
            Di sisi lain, Amih—ibu Kania—terlihat selalu ingin bermenantukan Agus. Sebenarnya harapan itu pun sama dengan Kania.Dia juga menyukai Agus. Tapi sayangnya, mereka sudah terikat janji untuk tidak menjalin romansa sesama rekan kerja. Lagipula Agus tengah mempersiapkan pernikahan bersama Rita.
            Kejadian suatu pagi di Malioboro membuat Kania bisa melihat sisi lain Danang. Perlahan di mata Kania, Danang menjadi sosok yang hangat dan menyenangkan. Hingga pada akhirnya Danang meminta Kania mau menjalin hubungan serius dengannya. Danang berniat melamar Kania.
            Namun cinta mereka tak berjalan mulus. Amih terlihat tidak setuju saat tahu Danang bersuku Jawa. Terlebih saat Kania menyebut nama Ganjar  Priambudi.Kania bertanya-tanya, apa yang salah dengan suku Jawa dan seseorang bernama Ganjar Priambudi? Tapi, Kania tak mendapatkan jawabannya. Pada akhirnya dia harus rela mengakhiri kisah cintanya dengan Danang demi Amih. Kania tidak ingin melihat Amih sedih dan terluka.
            Kania memutuskan keluar dari pekerjaannya. Dia memutuskan untuk menyendiri ke Ketapang, rumah Teh Anis, kakaknya. Pada saat yang sama Agus batal menikah dengan Rita. Agus yang ternyata juga sudah mencintai Kania sejak lama, memutuskan untuk melamar Kania.Mendadak Kania jadi dilema.  Siapa yang akhirnya dia pilih? Agus, cinta terpendamnya yang juga merupakan menantu idaman Amih? Ataukah Danang yang perlahan mulai dia cintai?


Review:
            Pertama-tama saya mau mengucapkan terima kasih dulu pada seseorang yang menghadiahkan novel ini pada saya, lengkap ttd penulisnya. Dihadiahi sebuah buku adalah salah satu kebahagiaan dalam hidup saya *gak apa-apalah agak lebay*
            Baiklah sekarang saya akan me-review novel karya Hapsari yang kedua saya baca—yang pertama tentu saja Sapporo No Niji.
            Kania adalah novel—yang menurut saya—bukan sekedar novel roman biasa. Ini novel yang beda. Selain berkisah tentang romansa, novel ini juga mengajak saya mengenal daerah-daerah, suku, dan kebudayaan lain Indonesia yang belum begitu saya tahu. Jadi, novel in imememberi saya gizi baru bagi pengetahuan saya. Setting cerita—baik budaya,makanan, adat-istiadat, suasana, bahasa, kebiasaan, bahkan kulinernya—diceritakan begitu apik. Saya seperti sedang melakukan traveling di daerah-daerah yang menjadi setting cerita ini—Bandung, Yogyakarta, Jakarta, dan Ketapang.
            Selain itu pemilih profesi pekerjaan Kania, Agus, dan Danang pada novel ini juga sangat menarik. Beda dari novel yang lain. Benar-benar baru dan fresh. Saya jadi tahu satu lagi profesi pekerjaan sampai ke detaik-detailnya.
            Kisah romansa Kania, Agus, dan Danang juga bikin ketagihan dan gregetan untuk diikuti. Belum lagi rahasia yang disimpan Amih yang mengakibatkan dia tidak merestui hubungan Kania karena Danang bersuku jawa, membuat rasa penasaran semakin besar terhadap akhir cerita ini.
            Dari semua keunggulan novel ini,yang terpenting bagi saya—selalu jadi poin utama saat membaca novel—adalah gaya bercerita penulis. Di novel ini penulis bercerita dengan lancar dan mulus.
            Kelemahan di novel ini menurut saya hanya beberapa typo (mulai dari kata yang diketik dua kali dan kesalahan nama bandara (halaman 64).
            Secara keseluruhan novel ini saya rekomendasikan buat pembaca yang ingin membaca novel roman yang beda dan yang ingin mengenal kebudayaan indonesia yang beragam.
            Terakhir saya memberikan 4 bintang untuk novel Kania karya Hapsari Hanggarini ini. ^^

Tuesday, 16 September 2014

[Resensi Buku] Dosa Terindah by Monica Petra



Lika-Liku Cinta Seorang Seana

Judul Buku      : Dosa Terindah
Penulis             : Monica Petra
Penerbit           : Bhuana Sastra
Tahun Terbit    : Cetakan pertama, 2014
ISBN               : 978-602-249-609-8
Tebal               : 160 halaman

            Seana merasa kehidupannya berubah saat Edmund memutuskannya secara sepihak padahal sebentar lagi mereka akan melangsungkan pernikahan. Selama ini hubungan mereka baik-baik saja, bahkan sempurna, jadi Seana masih tidak percaya  kisah cintanya kandas.
            Seana mencoba membangun keehidupannya lagi. Dimulai dengan memperdalam kemampuan bahasa inggrisnya. Di tempat kursus itu Seana bertemu dengan Vincent, mahasiswa berumur 20 tahun yang di mata Seana terlihat dewasa. (halaman 15)
            Vincent sungguh baik dengan Seana. Cowok itu sering mengantarkan Seana pulang. Tapi, lama-lama sikap baik Vincent membuat Seana gelisah. Karena tanpa sadar ia mulai menyukai Vincent. Suatu hari Seana menceritakan tentang Vincent pada Ella, sahabatnya. Ternyata Ella mendukung Seana jadian dengan Vincent. Karena menurut Ella itu mungkin cara bagi Sean untuk move on dari Edmun. Hingga akhirnya Vincent menyatakan cinta dan Seana menerimanya (halaman 52)
            Namun hubungan cinta mereka tak berjalan mulus. Terlalu banyak perbedaan, mulai dari umur sampai lingkungan pergaulan. Terlalu banyak hal-hal yang menyebabkan pertengkaran, mulai dari Cincin pemberian Steven—mantan murid yang mencintai Seana—sampai kedekatan Seana dengan Hendry, rekan kerja Seana. Belum lagi sikap Seana yang sering bersikap egois. Namun Vincent mencoba bertahan dan memahami Seana. Vincent benar-benar tulus mencintai Seana.
            Tapi masalah tidak hanya sampai di situ. Edmun tiba-tiba muncul lagi. Menawarkan cinta pada Seana. Seana yang sadar betul bahwa dirinya masih mencintai Edmun—sangat mencintainya, bahkan melebihi cintanya ke Vincent—menjadi dilema. (halaman 131)
Seana bingung harus kepada siapakah cintanya harus dipersembahkan.
            Dosa Termanis adalah novel ke-18 dari Monica Petra. Novel  bergenre roman dewasa ini diceritakan Monica dengan gaya yang lugas sehingga sangat mudah dipahami. Konflik demi konflik dimunculkan sehingga kita tidak diberi kesempatan untuk melepaskan novel ini sebelum menamatkannya. Tetapi dari semua kelebihan novel ini ada hal yang menjadi kekurangannya, yaitu typo di beberapa bagian. Tapi secara keseluruhan novel ini layak untuk jadi teman hiburan. Satu pesan yang ingin disampaikan penulis melalui novel ini adalah jangan pernah menyia-nyiakan orang yang tulus mencintaimu.
 
Peresensi: Kamal Agusta, Mahasiswa FKIP Matematika Universitas Islam Riau.   

Thursday, 14 August 2014

Intip Sedikit: I Found You in Natuna #ComingSoon









Senoa’s Island

Minggu pagi Freya dan Julian sudah berada di atas pompong—kapal kecil—yang disewa dari nelayan setempat di desa Sepempeng. Freya tampak takjub dengan perjalanannya menuju pulau Senoa. Ia benar-benar menikmatinya. Meskipun ini perjalanan lautnya yang pertama kali, Freya tidak mengalami mabuk laut.
Percikan-percikan air laut membasahi wajah Freya. Sesekali Freya membidikan kameranya pada sesuatu yang menurutnya sangat menarik. Julian yang duduk di belakangnya tersenyum puas saat menyadari Freya menyukai perjalanan ini.
“Ini benar-benar menakjubkan,” puji Freya seraya berhasil membidikan kameranya sekali lagi. Ia tersenyum penuh terima kasih pada Julian karena telah mengajaknya ke tempat seindah ini.
Julian mengangguk, “Aku senang  bisa membuatmu menyukai perjalanan ini.”
“Kamu benar-benar cowok yang  baik, Julian.”
“Oh, ya?”
“Kamu meragukan pujianku?”
Julian tertawa saat melihat bibir Freya yang merengut. “Jadi, tadi kamu sedang memujiku?” goda Julian.
Freya memutar bola matanya. “Kalo begitu aku tarik lagi apa yang aku katakan tadi.”
Ternyata Julian benar-benar menikmati keadaan mereka saat ini. Ia suka saat melihat Freya merengut begitu. Julian semakin ingin menggoda Freya.
“Kata-kata yang mana? Apa yang kamu maksud adalah kata-kata saat kamu memujiku sebagai cowok yang baik?”
Freya mengangguk. Lalu kembali menikmati keindahan laut yang biru.
“Apa itu berarti kamu tidak menyesal berkencan denganku?”
Freya menoleh pada Julian dengan pipi memerah seperti udang rebus. Sementara Julian tersenyum sambil menaik-naikan alisnya. Membuat Freya jadi salah tingkah.
Permbicaraan mereka pun berhenti. Dalam perjalanan menuju pulau Senoa Freya tidak hanya terkagum-kagum dengan pemandangan lautnya yang indah, tapi saat ia melongok ke bawah laut, ia dapat melihat terumbu-terumbu karang yang indah. Ikan-ikan berwarna-warni berenang kesana-kemari. Bahkan ia juga menemukan penyu-penyu kecil di antara ikan-ikan tersebut.
Tidak hanya itu, mulut Freya juga ternganga saat melihat pesona gunung Ranai yang puncaknya di selimuti awan putih yang sangat tebal. Bagi Freya Gunung Ranai tampak seperti Gunung Fuji di Jepang. Kokoh, cantik, dan menawan. Freya merasa Indonesia memiliki panorama yang tak kalah mengagumkannya dibandingkan luar negeri. Hanya saja, keindahan-keindahan negeri ini belum terekpos dan terkelola dengan baik. Seperti keindahan yang sedang dinikamati Freya saat ini.
“Itu pulau Senoa,” tunjuk Julian seraya berdiri.
Freya ikut berdiri dan menoleh ke arah yang ditunjuk Julian. Benar saja, dari jauh pulau yang tampak seperti wanita hamil yang tidur terlentang itu terlihat begitu indah. Pasir pantainya yang putih, berkilauan tertimpa cahaya matahari pagi. Freya jadi tidak sabar ingin menjejakkan kakinya di pasir pantai yang rasanya pasti selembut beledu.
Freya membidikkan kamera DSLR-nya ke pulau Senoa. Mengabadikan keindahan pulau tersebut dalam sebuah foto. Foto yang di masa depan akan bercerita padanya bahwa ia pernah mendatangi pulau kecil nan indah bernama Senoa.
“Benar-benar indah, bukan?” tanya Julian setelah melihat hasil potretan Freya. Lalu ia mengangkat kameranya yang sejak tadi tergantung di lehernya dan melakukan hal yang sama dengan Freya, mengabadikan pulau Senoa dalam bentuk foto.
“Siap untuk berkencan?” alis Julian naik turun. Bibirnya tersenyum jahil.
Freya tertawa melihat tingkah genit Julian lalu mengangguk. “Siapa takut!”
♣♣♣


Benar saja, saat Freya pertama kali menginjakkan kakinya di pulau Senoa, pasir pantai yang lembut langsung memanjakannya. Berjalan di tepi pantai membuatnya seolah berjalan di atas karpet beludru saking lembutnya pasir pantai di pulau Senoa ini.
Pada hari liburseperti hari ini—pulau Senoa ternyata banyak pengunjungnya. Baik oleh masyarakat sekitar, turis dosmetik, bahkan ada beberapa turis mancanegara juga. Mereka berlibur ke pulau Senoa bersama keluarga maupun teman-teman. Ada yang sekedar duduk-duduk di tepi pantai seraya menikmati bekal makanan, ada yang bermain bola, mandi-mandi di laut yang dangkal. Tidak hanya itu, di pulau ini ternyata juga dikunjungi oleh masyarakat sebagai tujuan untuk memancing.
“Di sini banyak terdapat ikan-ikan yang berukuran sedang dan tergolong mudah untuk mendapatkannya. Kita cukup memancing di bibir pantai atau pinggir bebatuan,” terang Julian saat Freya bertanya ketika tertarik melihat kegiatan memancing di depannya.
Mereka melanjutkan kembali perjalanan untuk berkeliling ke tempat-tempat menarik di pulau Senoa. Saat mereka berjalan-jalan, Julian dengan sengaja memegang tangan Freya. Hal itu membuat Freya jadi jengah, tapi tidak berusaha untuk melepaskannya.
“Pulau ini benar-benar tidak berpenghuni, ya?”
Julian  mengangguk. “Ya, begitulah. Di pulau Senoa ini tidak ada pemukiman penduduk. Tapi, ada beberapa penjaga sarang burung walet yang terkadang bermalam di sini.”
“Penjaga burung walet?”
“Aku belum cerita padamu bahwa pulau Senoa juga terkenal dengan gua sarang waletnya, ya?”
Freya menggeleng. Perhatiannya terfokus pada Julian. Padahal saat memerhatikan guru menerangkan di kelas ia tidak sefokus ini.
“Di sini terdapat gua sarang burung walet yang langsung menghadap ke bibir laut. Di sekelilingnya di penuhi bebatuan besar yang curam. Dari puncak bukit gua sarang walet itu kita juga bisa menikmati pemandangan indah seperti Gunung Ranai, Pantai Tanjung, dan Batu Sindu.”
“Benarkah?” Freya makin tertarik dengan cerita Julian.
“Apa selama ini aku pernah berbohong?” Julian memasang mimik terluka yang membuat Freya malah memukul pelan lengannya hingga akhirnya mereka tertawa bersama-sama.
“Ajak aku ke sana!” pinta Freya dengan tatapan penuh memohon.
Julian menggoda Freya dengan pura-pura tidak mendengar. Tapi, Freya tidak mau menyerah, ia terus meminta pada Julian dengan menarik-narik lengan baju Julian hingga akhirnya Julian menyetujui.
Ternyata yang dikatakan Julian benar. Gua sarang walet benar-benar tempat yang menakjubkan. Freya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Sesampainya di puncak gua walet yang seperti bukit, ia langsung membidikkan kameranya ke segala arah. Gunung Ranai yang puncaknya tertutup awan, Pantai Tanjung yang tampak berkilauan, dan Batu Sindu yang berdiri kokoh, semuanya terabadikan dalam bentuk foto oleh Freya. Julian ternyata juga tidak mau ketinggalan untuk memotret. Tapi, objek fotonya bukan Gunung Ranai, Pantai Tanjung, maupun Batu Sindu. Melainkan gadis cantik yang tampak serius dengan kameranya, Freya.
Ketika matahari semakin terik dan posisinya tepat di atas kepala mereka, Julian memutuskan untuk mengajak Freya kembali ke pantai. Sudah waktunya untuk makan siang. Meski berat meninggalkan tempat yang indah ini, Freya akhirnya menyetujui Julian untuk kembali ke pantai. Lagi pula perutnya sudah kelaparan.
Saat berjalan menuju pantai mereka kembali bergandengan tangan. Julian kembali bercerita tentang pulau Senoa dan Freya mendengarkannya dengan saksama.

Monday, 11 August 2014

Resensi Novel Cermin



Kisah Cinta Gadis Pengagum Chairil Anwar

Judul Buku       : Cermin
Penulis              : Anggrek Lestari
Penerbit            : Grasindo
Tahun Terbit     : Cetakan pertama, 2014
ISBN               : 978-602-251-553-1
Tebal                : vi + 122 halaman
Harga               : Rp 30.000,-

            Dikhianati kekasih memang selalu menyakitkan. Itu yang dirasakan Kiara saat melihat dengan matanya sendiri Ivan, kekasihnya, sedang bermesraan dengan perempuan lain. Begitu mudahnya Ivan berpaling hati, semudah dia membuang scraf pemberian Kiara.
            Sejak itu Kiara menjadi sosok yang pemurung. Kiara juga tidak mau makan. Hari-harinya hanya diisi dengan menuliskan puisi-puisi Chairil Anwar kesukaannya yang kemudian digantungkannya di Pohon Kata dan menatap pohon angsana yang berguguran. Kiara merasa hanya puisi-puisi Chairil Anwar dan pohon angsana yang mengerti perasaannya saat ini. Indra, Abang Kiara, tidak tahan melihat kondisi adiknya. Pada suatu senja, Indra menghadiahkan sebuah buku pada Kiara. Indra meminta Kiara untuk menuliskan apapun perasaannya di buku tersebut (halaman 19).
            Rio, teman Kiara, juga mengalami nasib serupa. Cintanya bertepuk sebelah tangan. Persamaan nasib itu membuat Kiara dan Rio menjadi dekat. Rio yang suka melukis selalu menjadikan Kiara orang pertama yang melihat lukisannya. Kiara pun selalu meminta Rio menjadi pembaca pertama tulisannya. Hingga kebersamaan itu menghadirkan gelayar aneh di hati masing-masing. Mereka jatuh cinta. Rio pun memberanikan mengungkapkan perasaannya.
            “Sejak kita bersama, aku merasa Ara mengundang kebahagiaan untukku. Ara membuat hidupku berwarna. Ara telah membuatku memiliki hal-hal yang baru. Jadi, aku ingin Ara jadi pacarku.” (halaman 36)
            Hari-hari selanjutnya terasa bahagia. Kiara kembali lagi menjadi gadis yang ceria. Tapi, semua tak berlangsung lama. Rio tiba-tiba berubah. Lelaki itu sulit untuk ditemui. Kiara takut dikhianati lagi. Dan, di saat yang bersamaan ada lelaki lain—yang juga pengagum Chairil Anwar—mencoba merebut hati Kiara. Kiara menjadi dilema. Kepada siapakah hatinya harus dilabuhkan.
            Cermin adalah novel debut Anggrek Lestari. Novel setebal 122 halaman ini sungguh unik karena di kisahnya terdapat banyak kutipan-kutipan puisi Chairil Anwar yang sangat mendukung jalan ceritanya, jadi puisi tersebut menjadi elemen penting dalam cerita bukan hanya sekedar tempelan. Selain itu penulis juga menggunakan gaya bahasa yang sangat mudah dipahami. Salah satu pesan dari kisah ini adalah menjaga kepercayaan sangatlah penting karena sekali dikhianati orang tidak akan percaya lagi.