Hujan,
Trauma, dan Cinta
Judul Buku : Rainy’s Days
Penulis : Fita Chakra
Penerbit : Ice Cube Publisher
Tahun Terbit : Cetakan pertama, Januari 2014
Tebal : 227 halaman
ISBN : 978-979-91-0652-0
Harga : Rp. 39.000,00
Pernahkah kau merasa hujan selalu
hadir di saat tersedihmu? Itulah yang sering di alami Rainy. Gadis itu sangat
membenci hujan karena selalu datang di saat ia sedih. Bahkan saat ia memutuskan
berpisah dengan Ben, cowok yang mencintainya sekaligus menyakitinya, hujan pun
tak lupa turun. Seolah ingin memperoloknya.
“Bagiku, hujan dan sedih selalu
berendengan. Kini dan nanti, aku tetap membenci hujan. Meski namaku sendiri pun
berarti hujan.” (halaman 11).
Rainy pindah kos dan kampus. Ia
ingin lari dari Ben. Meski Rainy mencintai cowok itu, tapi ia tidak tahan lagi
menjadi korban kekerasan Ben. Terlalu banyak trauma yang Ben tinggalkan padanya.
Sehingga Rainy menjalani hari-harinya dengan rasa takut. Kenangan tentang Ben
membuatnya mual dan sulit untuk makan. Rainy pun menjadi sosok yang antisosial.
Ia tidak menginginkan seorang pun masuk dalam kehidupan, tidak teman, tidak
juga pacar baru.
Namun Kian, cowok yang tinggal di
sebelah apartemen barunya itu selalu mengusiknya. Apalagi cowok itu selalu
muncul pada waktu yang tidak tepat—saat Rainy dalam keadaan kacau. Semula Rainy
selalu bersikap ketus terhadap cowok itu. Tapi, sikap Kian yang lembut dan
meneduhkan—tidak seperti Ben yang selalu menyakitinya—membuat Rainy mencoba
membuka dirii membuka diri. Hingga ia mulai jatuh cinta pada Kian. Tapi, Rainy
berusaha menolak rasa itu karena masih ada trauma yang ditinggalkan Ben di
hatinya.
“Berjanjilah kamu akan mengatakan
hal yang membuatmu sedih. Aku ingin melihatmu tersenyum.” (halaman 146).
Tersenyum, itulah yang selalu Kian pinta pada Rainy. Rainy mulai menata kehidupannya
untuk jadi lebih baik. Ia mulai bisa tertawa tersenyum, dan tidak membenci
hujan lagi.
Namun
tiba-tiba Ben muncul kembali. Memaksa Rainy untuk kembali padanya.Tentu saja
Rainy menolaknya. Tapi, Ben terus memaksa. Bahkan cowok itu melakukan kekerasan
pada Rainy. Kian yang melihatnya tidak bisa diam. Ia mencoba membantu Rainy
untuk lepas dari Ben. Namun, Kian malah dikeroyok Ben dan teman-temannya hingga
mengalami koma. Komanya Kian membuat Rainy sadar kenyataan bahwa Kian juga
mencintainya. Sangat mencintainya.
“Perasaanku campur aduk. Ini sungguh
ironis. Di saat aku tahu Kian benar-benar mencintaiku, dia sedang tak sadarkan
diri. Dan akulah penyebabnya. Aku menyesal mengabaikan hati kecilku karena
terlalu takut jatuh cinta lagi.” (halaman 204)
Novel setebal 227 halaman ini begitu
memikat mata dengan covernya yang cantik—warna biru lembut dengan gambar
seorang gadis memakai payung saat gerimis. Gaya bertutur penulis begitu lembut
dan mengalir sehingga memudahkan pembaca untuk masuk ke dalam cerita.
Penceritaan dengan sudut pandang orang pertama untuk dua tokoh utamanya,
menjadi nilai lebih dari novel ini. Sayangnya, novel ini masih memiliki
beberapa kelemahan. Di antaranya, karakter tokohnya kurang kuat dan endingnya
yang antiklimaks—konflik Rainy dan Ben saja tidak ada penyelesaiannya—membuat
konflik yang dibangun menjadi sia-sia. Namun, novel ini tetap layak untuk
dibaca karena penulis menitipkan beberapa pesan di dalamnya. Salah satunya,
semua keadaan dan masalah selalu memiliki dua sisi yang berbeda, baik dan
buruknya tergantung darimana kita melihatnya.”
No comments:
Post a Comment