Monday, 17 March 2014

Resensi Novel Rainys Days (Seri Bluestoberi Ice Cube) karya Fita Chakra


Hujan, Trauma, dan Cinta



Judul Buku      : Rainy’s Days
Penulis             : Fita Chakra
Penerbit           : Ice Cube Publisher
Tahun Terbit    : Cetakan pertama, Januari 2014
Tebal               : 227 halaman
ISBN               : 978-979-91-0652-0
Harga              : Rp. 39.000,00

            Pernahkah kau merasa hujan selalu hadir di saat tersedihmu? Itulah yang sering di alami Rainy. Gadis itu sangat membenci hujan karena selalu datang di saat ia sedih. Bahkan saat ia memutuskan berpisah dengan Ben, cowok yang mencintainya sekaligus menyakitinya, hujan pun tak lupa turun. Seolah ingin memperoloknya.
            “Bagiku, hujan dan sedih selalu berendengan. Kini dan nanti, aku tetap membenci hujan. Meski namaku sendiri pun berarti hujan.” (halaman 11).
            Rainy pindah kos dan kampus. Ia ingin lari dari Ben. Meski Rainy mencintai cowok itu, tapi ia tidak tahan lagi menjadi korban kekerasan Ben. Terlalu banyak trauma yang Ben tinggalkan padanya. Sehingga Rainy menjalani hari-harinya dengan rasa takut. Kenangan tentang Ben membuatnya mual dan sulit untuk makan. Rainy pun menjadi sosok yang antisosial. Ia tidak menginginkan seorang pun masuk dalam kehidupan, tidak teman, tidak juga pacar baru.
            Namun Kian, cowok yang tinggal di sebelah apartemen barunya itu selalu mengusiknya. Apalagi cowok itu selalu muncul pada waktu yang tidak tepat—saat Rainy dalam keadaan kacau. Semula Rainy selalu bersikap ketus terhadap cowok itu. Tapi, sikap Kian yang lembut dan meneduhkan—tidak seperti Ben yang selalu menyakitinya—membuat Rainy mencoba membuka dirii membuka diri. Hingga ia mulai jatuh cinta pada Kian. Tapi, Rainy berusaha menolak rasa itu karena masih ada trauma yang ditinggalkan Ben di hatinya.
            “Berjanjilah kamu akan mengatakan hal yang membuatmu sedih. Aku ingin melihatmu tersenyum.” (halaman 146). Tersenyum, itulah yang selalu Kian pinta pada Rainy. Rainy mulai menata kehidupannya untuk jadi lebih baik. Ia mulai bisa tertawa tersenyum, dan tidak membenci hujan lagi.
Namun tiba-tiba Ben muncul kembali. Memaksa Rainy untuk kembali padanya.Tentu saja Rainy menolaknya. Tapi, Ben terus memaksa. Bahkan cowok itu melakukan kekerasan pada Rainy. Kian yang melihatnya tidak bisa diam. Ia mencoba membantu Rainy untuk lepas dari Ben. Namun, Kian malah dikeroyok Ben dan teman-temannya hingga mengalami koma. Komanya Kian membuat Rainy sadar kenyataan bahwa Kian juga mencintainya. Sangat mencintainya.
            “Perasaanku campur aduk. Ini sungguh ironis. Di saat aku tahu Kian benar-benar mencintaiku, dia sedang tak sadarkan diri. Dan akulah penyebabnya. Aku menyesal mengabaikan hati kecilku karena terlalu takut jatuh cinta lagi.” (halaman 204)
            Novel setebal 227 halaman ini begitu memikat mata dengan covernya yang cantik—warna biru lembut dengan gambar seorang gadis memakai payung saat gerimis. Gaya bertutur penulis begitu lembut dan mengalir sehingga memudahkan pembaca untuk masuk ke dalam cerita. Penceritaan dengan sudut pandang orang pertama untuk dua tokoh utamanya, menjadi nilai lebih dari novel ini. Sayangnya, novel ini masih memiliki beberapa kelemahan. Di antaranya, karakter tokohnya kurang kuat dan endingnya yang antiklimaks—konflik Rainy dan Ben saja tidak ada penyelesaiannya—membuat konflik yang dibangun menjadi sia-sia. Namun, novel ini tetap layak untuk dibaca karena penulis menitipkan beberapa pesan di dalamnya. Salah satunya, semua keadaan dan masalah selalu memiliki dua sisi yang berbeda, baik dan buruknya tergantung darimana kita melihatnya.”





                       
             

No comments:

Post a Comment