Thursday, 14 August 2014

Intip Sedikit: I Found You in Natuna #ComingSoon









Senoa’s Island

Minggu pagi Freya dan Julian sudah berada di atas pompong—kapal kecil—yang disewa dari nelayan setempat di desa Sepempeng. Freya tampak takjub dengan perjalanannya menuju pulau Senoa. Ia benar-benar menikmatinya. Meskipun ini perjalanan lautnya yang pertama kali, Freya tidak mengalami mabuk laut.
Percikan-percikan air laut membasahi wajah Freya. Sesekali Freya membidikan kameranya pada sesuatu yang menurutnya sangat menarik. Julian yang duduk di belakangnya tersenyum puas saat menyadari Freya menyukai perjalanan ini.
“Ini benar-benar menakjubkan,” puji Freya seraya berhasil membidikan kameranya sekali lagi. Ia tersenyum penuh terima kasih pada Julian karena telah mengajaknya ke tempat seindah ini.
Julian mengangguk, “Aku senang  bisa membuatmu menyukai perjalanan ini.”
“Kamu benar-benar cowok yang  baik, Julian.”
“Oh, ya?”
“Kamu meragukan pujianku?”
Julian tertawa saat melihat bibir Freya yang merengut. “Jadi, tadi kamu sedang memujiku?” goda Julian.
Freya memutar bola matanya. “Kalo begitu aku tarik lagi apa yang aku katakan tadi.”
Ternyata Julian benar-benar menikmati keadaan mereka saat ini. Ia suka saat melihat Freya merengut begitu. Julian semakin ingin menggoda Freya.
“Kata-kata yang mana? Apa yang kamu maksud adalah kata-kata saat kamu memujiku sebagai cowok yang baik?”
Freya mengangguk. Lalu kembali menikmati keindahan laut yang biru.
“Apa itu berarti kamu tidak menyesal berkencan denganku?”
Freya menoleh pada Julian dengan pipi memerah seperti udang rebus. Sementara Julian tersenyum sambil menaik-naikan alisnya. Membuat Freya jadi salah tingkah.
Permbicaraan mereka pun berhenti. Dalam perjalanan menuju pulau Senoa Freya tidak hanya terkagum-kagum dengan pemandangan lautnya yang indah, tapi saat ia melongok ke bawah laut, ia dapat melihat terumbu-terumbu karang yang indah. Ikan-ikan berwarna-warni berenang kesana-kemari. Bahkan ia juga menemukan penyu-penyu kecil di antara ikan-ikan tersebut.
Tidak hanya itu, mulut Freya juga ternganga saat melihat pesona gunung Ranai yang puncaknya di selimuti awan putih yang sangat tebal. Bagi Freya Gunung Ranai tampak seperti Gunung Fuji di Jepang. Kokoh, cantik, dan menawan. Freya merasa Indonesia memiliki panorama yang tak kalah mengagumkannya dibandingkan luar negeri. Hanya saja, keindahan-keindahan negeri ini belum terekpos dan terkelola dengan baik. Seperti keindahan yang sedang dinikamati Freya saat ini.
“Itu pulau Senoa,” tunjuk Julian seraya berdiri.
Freya ikut berdiri dan menoleh ke arah yang ditunjuk Julian. Benar saja, dari jauh pulau yang tampak seperti wanita hamil yang tidur terlentang itu terlihat begitu indah. Pasir pantainya yang putih, berkilauan tertimpa cahaya matahari pagi. Freya jadi tidak sabar ingin menjejakkan kakinya di pasir pantai yang rasanya pasti selembut beledu.
Freya membidikkan kamera DSLR-nya ke pulau Senoa. Mengabadikan keindahan pulau tersebut dalam sebuah foto. Foto yang di masa depan akan bercerita padanya bahwa ia pernah mendatangi pulau kecil nan indah bernama Senoa.
“Benar-benar indah, bukan?” tanya Julian setelah melihat hasil potretan Freya. Lalu ia mengangkat kameranya yang sejak tadi tergantung di lehernya dan melakukan hal yang sama dengan Freya, mengabadikan pulau Senoa dalam bentuk foto.
“Siap untuk berkencan?” alis Julian naik turun. Bibirnya tersenyum jahil.
Freya tertawa melihat tingkah genit Julian lalu mengangguk. “Siapa takut!”
♣♣♣


Benar saja, saat Freya pertama kali menginjakkan kakinya di pulau Senoa, pasir pantai yang lembut langsung memanjakannya. Berjalan di tepi pantai membuatnya seolah berjalan di atas karpet beludru saking lembutnya pasir pantai di pulau Senoa ini.
Pada hari liburseperti hari ini—pulau Senoa ternyata banyak pengunjungnya. Baik oleh masyarakat sekitar, turis dosmetik, bahkan ada beberapa turis mancanegara juga. Mereka berlibur ke pulau Senoa bersama keluarga maupun teman-teman. Ada yang sekedar duduk-duduk di tepi pantai seraya menikmati bekal makanan, ada yang bermain bola, mandi-mandi di laut yang dangkal. Tidak hanya itu, di pulau ini ternyata juga dikunjungi oleh masyarakat sebagai tujuan untuk memancing.
“Di sini banyak terdapat ikan-ikan yang berukuran sedang dan tergolong mudah untuk mendapatkannya. Kita cukup memancing di bibir pantai atau pinggir bebatuan,” terang Julian saat Freya bertanya ketika tertarik melihat kegiatan memancing di depannya.
Mereka melanjutkan kembali perjalanan untuk berkeliling ke tempat-tempat menarik di pulau Senoa. Saat mereka berjalan-jalan, Julian dengan sengaja memegang tangan Freya. Hal itu membuat Freya jadi jengah, tapi tidak berusaha untuk melepaskannya.
“Pulau ini benar-benar tidak berpenghuni, ya?”
Julian  mengangguk. “Ya, begitulah. Di pulau Senoa ini tidak ada pemukiman penduduk. Tapi, ada beberapa penjaga sarang burung walet yang terkadang bermalam di sini.”
“Penjaga burung walet?”
“Aku belum cerita padamu bahwa pulau Senoa juga terkenal dengan gua sarang waletnya, ya?”
Freya menggeleng. Perhatiannya terfokus pada Julian. Padahal saat memerhatikan guru menerangkan di kelas ia tidak sefokus ini.
“Di sini terdapat gua sarang burung walet yang langsung menghadap ke bibir laut. Di sekelilingnya di penuhi bebatuan besar yang curam. Dari puncak bukit gua sarang walet itu kita juga bisa menikmati pemandangan indah seperti Gunung Ranai, Pantai Tanjung, dan Batu Sindu.”
“Benarkah?” Freya makin tertarik dengan cerita Julian.
“Apa selama ini aku pernah berbohong?” Julian memasang mimik terluka yang membuat Freya malah memukul pelan lengannya hingga akhirnya mereka tertawa bersama-sama.
“Ajak aku ke sana!” pinta Freya dengan tatapan penuh memohon.
Julian menggoda Freya dengan pura-pura tidak mendengar. Tapi, Freya tidak mau menyerah, ia terus meminta pada Julian dengan menarik-narik lengan baju Julian hingga akhirnya Julian menyetujui.
Ternyata yang dikatakan Julian benar. Gua sarang walet benar-benar tempat yang menakjubkan. Freya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Sesampainya di puncak gua walet yang seperti bukit, ia langsung membidikkan kameranya ke segala arah. Gunung Ranai yang puncaknya tertutup awan, Pantai Tanjung yang tampak berkilauan, dan Batu Sindu yang berdiri kokoh, semuanya terabadikan dalam bentuk foto oleh Freya. Julian ternyata juga tidak mau ketinggalan untuk memotret. Tapi, objek fotonya bukan Gunung Ranai, Pantai Tanjung, maupun Batu Sindu. Melainkan gadis cantik yang tampak serius dengan kameranya, Freya.
Ketika matahari semakin terik dan posisinya tepat di atas kepala mereka, Julian memutuskan untuk mengajak Freya kembali ke pantai. Sudah waktunya untuk makan siang. Meski berat meninggalkan tempat yang indah ini, Freya akhirnya menyetujui Julian untuk kembali ke pantai. Lagi pula perutnya sudah kelaparan.
Saat berjalan menuju pantai mereka kembali bergandengan tangan. Julian kembali bercerita tentang pulau Senoa dan Freya mendengarkannya dengan saksama.

Monday, 11 August 2014

Resensi Novel Cermin



Kisah Cinta Gadis Pengagum Chairil Anwar

Judul Buku       : Cermin
Penulis              : Anggrek Lestari
Penerbit            : Grasindo
Tahun Terbit     : Cetakan pertama, 2014
ISBN               : 978-602-251-553-1
Tebal                : vi + 122 halaman
Harga               : Rp 30.000,-

            Dikhianati kekasih memang selalu menyakitkan. Itu yang dirasakan Kiara saat melihat dengan matanya sendiri Ivan, kekasihnya, sedang bermesraan dengan perempuan lain. Begitu mudahnya Ivan berpaling hati, semudah dia membuang scraf pemberian Kiara.
            Sejak itu Kiara menjadi sosok yang pemurung. Kiara juga tidak mau makan. Hari-harinya hanya diisi dengan menuliskan puisi-puisi Chairil Anwar kesukaannya yang kemudian digantungkannya di Pohon Kata dan menatap pohon angsana yang berguguran. Kiara merasa hanya puisi-puisi Chairil Anwar dan pohon angsana yang mengerti perasaannya saat ini. Indra, Abang Kiara, tidak tahan melihat kondisi adiknya. Pada suatu senja, Indra menghadiahkan sebuah buku pada Kiara. Indra meminta Kiara untuk menuliskan apapun perasaannya di buku tersebut (halaman 19).
            Rio, teman Kiara, juga mengalami nasib serupa. Cintanya bertepuk sebelah tangan. Persamaan nasib itu membuat Kiara dan Rio menjadi dekat. Rio yang suka melukis selalu menjadikan Kiara orang pertama yang melihat lukisannya. Kiara pun selalu meminta Rio menjadi pembaca pertama tulisannya. Hingga kebersamaan itu menghadirkan gelayar aneh di hati masing-masing. Mereka jatuh cinta. Rio pun memberanikan mengungkapkan perasaannya.
            “Sejak kita bersama, aku merasa Ara mengundang kebahagiaan untukku. Ara membuat hidupku berwarna. Ara telah membuatku memiliki hal-hal yang baru. Jadi, aku ingin Ara jadi pacarku.” (halaman 36)
            Hari-hari selanjutnya terasa bahagia. Kiara kembali lagi menjadi gadis yang ceria. Tapi, semua tak berlangsung lama. Rio tiba-tiba berubah. Lelaki itu sulit untuk ditemui. Kiara takut dikhianati lagi. Dan, di saat yang bersamaan ada lelaki lain—yang juga pengagum Chairil Anwar—mencoba merebut hati Kiara. Kiara menjadi dilema. Kepada siapakah hatinya harus dilabuhkan.
            Cermin adalah novel debut Anggrek Lestari. Novel setebal 122 halaman ini sungguh unik karena di kisahnya terdapat banyak kutipan-kutipan puisi Chairil Anwar yang sangat mendukung jalan ceritanya, jadi puisi tersebut menjadi elemen penting dalam cerita bukan hanya sekedar tempelan. Selain itu penulis juga menggunakan gaya bahasa yang sangat mudah dipahami. Salah satu pesan dari kisah ini adalah menjaga kepercayaan sangatlah penting karena sekali dikhianati orang tidak akan percaya lagi.